"Bu, kasian tim u 11.." teteh menghampiri
saya setelah 20 menit berpanas panas ria ditengah lapangan menyaksikan turnamen
sepak bola anak yang diadakan di bumi perkemahan Cibubur memperebutkan piala
raja, diikuti lebih dari 50 tim sepak bola.Anak saya Hajran (anak ke 2)dan Jaisy (anak ke 3)
mengikuti turnamen dalam tim yang sama tapi berbeda angkatan, Hajran U 11,
maksudnya tim dengan seluruh pemain 11 tahun dan jaisy U 9, tim dengan seluruh
pemain 9 tahun.
"Kenapa?" Jawab saya
"Tadikan kebobolan, kipernya dimarah-marahin
sama bapak nya, sampai nangis terus terusan.."
Wah....prihatin saya mendengarnya, saya jadi
bertanya dalam hati, sebenarnya siapa yang punya ambisi? Anak atau orang tua?
Saya mengerti sekarang, kenapa banyak sekali kerusuhan
kalau ada pertandingan sepak bola, karena ternyata banyak juga orang dewasa
yang menghakimi permainan dan jadinya ya emosi...
Tim Jaisy, U-9 |
Buat saya bermain bola adalah salah satu cara untuk
membentuk kepribadian anak, sebagai media anak untuk belajar, belajar tentang
bekerja sama, belajar tentang siap dipimpin atau memimpin, belajar untuk
mengendalikan emosi, belajar untuk berlaku jujur dan sportif dan tentu saja
belajar tentang menerima kekalahan dengan lapang dada juga mensyukuri
kemenangan dengan tidak tinggi hati dan angkuh.
Meskipun banyak cara dalam membentuk pribadi anak
(tidak hanya sepak bola) ini hanya karena anak-anak saya saat ini tertarik
untuk bermain bola.
Lagi pula bakat anak bukan hanya dalam satu bidang
saja, masih banyak peluang-peluang lain yang bisa digali untuk menempatkan anak
pada bakat yang benar -benar sesuai dengan dirinya.
Bahkan menurut ayah Edi dalam bukunya,
"Memetakan bakat anak", bakat pada anak yang sesungguhnya akan
terlihat pada saat dia berusia 13 tahun.Jadi masih banyak kesempatan untuk anak
-anak mengasah diri nya dalam menemukan potensi yang sesuai dan tentu saja
harus menyenangkan dalam menjalani bakat nya itu.
Tim Hajran, U-11 |
Oleh karena itu, menurut saya, bakat seorang anak
bukan lah "ambisi" dari orang tuanya, semisal dulu ayahnya berkeinginan
menjadi pemain bola dan kemudian anaknya juga suka bola, maka didorong dan
selalu dipaksa untuk jadi pemenang...
Ahh..sesempit itukah pikiran kita tentang anak kita?
Anak juga mahluk Alloh, punya perasaan dan rasa yang
sama seperti emak bapaknya...
Hargai setiap hasil dari perjuangannya, biarkan
mereka menata jiwanya dengan menerima apapun hasil dari buah tangannya...
Dan biarkan mereka melangit dengan kemampuan
cerdasnya namun pastikan kita,orangtua, tetap mengingatkannya untuk membumi,
agar dapat menjadikannya generasi hebat dengan jiwa tetap rendah hati...
Dan akang Hajran
hanya sampai posisi ke 8 dari 41 tim sedangkan Jaisy mendapat posisi ke 4 dari 20
tim. Meskipun tim Jaisy sempat menangis tapi kami orang tua tetap memberi
semangat dan kami yakinkan dia pada saatnya mereka pasti akan menjadi pemenang…
Piala Tim Terbaik U-9 |
Mudah-mudahan tulisan ini menginspirasi para orang tua dalam mendidik anak :)
BalasHapusAamiin...
BalasHapusMakasih teh..